Gugatan Praperadilan BG Lemah

pra peradilanTopik praperadilan kembali mencuat di pemberitaan. Tak lain karena ada dua tokoh di dua lembaga penegak hukum mengajukannya ke Pengadilan Negeri. Lembaga praperadilan yang cukup kontroversial (pada prakteknya) kelak akan digantikan oleh Hakim Komisaris dalam Rancangan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) yang saat ini sedang dibahas (baca: ditarik ulur politik) di DPR menunggu disahkan. Namun kali ini pembahasan akan memfokus pada praperadilan yang diajukan oleh BG.

Ketentuan pokok tentang Pra Peradilan dalam KUHAP di atur sebagai berikut:

  1. Pasal 1 angka 10 KUHAP

“Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang: a.sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; b.sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; c.permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”

  1. Pasal 77, 78, 82 KUHAP

Dalam Pasal 77

“Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:

  • sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
  • ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”

Dalam Pasal 78

“(1) Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan.

(2) Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera.”

Dalam Pasal 82

“(1) Acara pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 ditentukan sebagai berikut:

  • dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang;
  • dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknyapenangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dan tersangka atau pemohon maupun dan pejabat yang berwenang;
  • perneriksaan tersebut dilakukan cara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya;
  • dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;
  • putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.

(2) Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan mengenai hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81, harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya.

(3) Isi putusan selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) juga memuat hal sebagai berikut

  1. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka;
  2. dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
  3. dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan rehabilitasinya;
  4. dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dan siapa benda itu disita.

(4) Ganti kerugian dapat diminta, yang meliputi hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 95.”

  1. Pasal 95 KUHAP

“(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.

(2) Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, diputus di sidang praperadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77.

(3) Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh tersangka, terdakwa, terpidana atau ahli warisnya kapada pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.

(4) Untuk memeriksa dan memutus perkara tuntutan ganti kerugian tersebut pada ayat (1) ketua pengadilan sejauh mungkin menunjuk hakim yang sama yang telah mengadili perkara pidana yang bersangkutan.

(5) Pemeriksaan terhadap ganti kerugian sebagaimana tersebut pada ayat (4) mengikuti acara praperadilan.”

Putusan praperadilan merupakan putusan akhir, yang terhadapnya tidak dapat dilakukan upaya banding. Hal ini sesuai dengan azas tata cara pemeriksaan praperadilan yang dilakukan dengan acara cepat. Selain itu tujuan dibentuknya lembaga praperadilan ialah untuk mewujudkan putusan dan kepastian hukum dalam waktu yang relatif singkat.

Pada intinya Praperadilan hanya untuk memeriksa:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan
  2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan & penuntutan
  3. Ganti kerugian/rehabilitasi yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Dalan kasus tersangka BG, pengacaranya menggunakan poin nomor 3 di atas.

Sementara di Pasal 95 diatur:

(1) Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan dan diadili atau DIKENAKAN TINDAKAN LAIN tanpa alasan yang berdasarkan UU atau kekeliruan mengenai orang/hukum yang diterapkan.

Penjelasan tentang TINDAKAN LAIN itu termasuk penetapan tersangka, penyitaan dll. Jika BG hendak menggunakan frase TINDAKAN LAIN, apakah serta merta bisa membebaskan dari jerat sebagai terangka korupsi seperti yang sudah ditetapkan KPK? Eitss… Tunggu dulu.

Pasal 95 ayat (1) harus dibaca bersama dengan Pasal 95 ayat (2). Di sana disebutkan bahwa ganti kerugian untuk TINDAKAN LAIN tersebut yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Pasal 95 tersebut juga harus dibaca  terkait dengan Pasal 1 angka 10 huruf c KUHAP yan menegaskan bahwa permintaan ganti kerugian hanya jika kasus tidak dilanjutkan ke pengadilan.

Kalaupun diputus di Pra Peradilan, putusan tidak boleh membatalkan SprinDik, tapi hanya menjatuhkan ganti kerugian maksimal 1 juta.

Soal hukuman ganti kerugian itu diatur pada Pasal 9 PP No.27 th 1983

(1) ganti kerugian minimal Rp5.000 sd Rp.1jt

(2) kalau ada akibat sakit/cacat maks Rp3jt.

Dengan demikian Pra Peradilan status tersangka BG lemah. Dari segi hukum tidak ada celah bagi hakim meloloskan BG dari jerat tersangka korupsi rekening gendut. Waspadai jika hakim Pra Peradilan membuat putusan janggal.